Assalamualaikum wr wb.
foto sodara hehe |
Saya sempat berpikir, “ah… aku saja belum menjalani sebuah pernikahan, rasanya tak pantas menulis sesuatu yang berbau “parenting” atau yang sejenisnya.”. tapi keraguan itu tertepis begitu saja begitu melihat realita mayoritas yang ada, di mana para aktifis-aktifis, mereka yang mendapat status sebagai ustadz/ah, dai/ah, muballigh/ah, mereka mampu mengajak ummat untuk meneladani kehidupan Rosululloh SAW dari segala sisi. Namun ketika menengok lebih dalam, ke dalam kehidupan rumah tangga mereka. Hmm, saya tidak katakan -mereka “tidak” meneladani bagaimana rosululloh SAW berumah tangga,- tapi tepatnya –mereka “belum” sepenuhnya meneladani apa yang Rosul contohkan dalam kehidupan berumah tangga.
Yang lebih miris adalah, karena masyarakat terlanjur mengadakan penilaian bahwa mereka –aktifis, ustadz/ah dkk- adalah yang bisa mereka teladani sebagai ummat Islam. Karena keluarga aktivis adalah sebuah potret rumah tangga islami, buat mereka 24 jam kehidupan aktifis adalah simbol rumah tangga islam.
Nah, tentunya jangan sampai karena sikap, perilaku, moral dan segenap tindak tanduk kita, masyarakat awam semakin menjauh dari Islam. Padahal perilaku, sifat dan sikap tersebut bukanlah apa yang islam ajarkan.
Jangan sampai masyarakat yang ingin mengenal Islam lebih dalam, justru menjauh darinya gara-gara sikap kita yang tidak Islami.
Okay, saya ingin lebih spesifik saja. Kita mulai penerbangan menuju “Rumah Tangga Islami”. Dalam perjalanan ini kita akan transit pada beberapa area untuk beristirahat, dan mengisi bahan bakar. Rekatkan sabuk anda, karena kali ini kita akan landing di area “kekompakan”. “>(^_^)<”
Nah, sampai sudah. Saya ingin menyampaikan, bagaimana mengawali kekompakan dalam rumah tangga. Wah, renyah sekali ditemani senandung al baqoroh saat menulisnya…^^
Hmm, kompak? Sebenarnya apa yang dimaksud “kompak dalam berumah tangga?” Buat saya, -berdasar pengamatan terhadap kehidupan ortu saya-, kekompakan itu bukan sekadar kompak seiya sekata dalam setiap mengambil keputusan. Namun dalam roda kehidupan rumah tangga, kekompakan yang paling tepat adalah
1. Kekompakan dalam meneladani Rosululloh
Di sini, yang saya maksud adalah bagaimana pasangan rumah tangga bisa kompak untuk saling mengingatkan, dan menasehati agar pola kehidupan mereka menjadi sebagaimana yang di contohkan oleh Rosul.
Hmm, sepertinya itu teori yang sudah nyaris bosan kita dengar, tapi ayolah coba kita benar-benar terapkan. Untuk langkah ini, jangan sekedar anda bicarakan dengan pasangan anda, “Sayang, -cieeh, maklum penganten baru ^^ - yuk kita teladani Kehidupan rumah tangga Rosul..”
Wah, kalau Cuma sekedar begitu sih, saya yakin sudah di ucapkan jauh-jauh hari saat taaruf!
Saya sarankan begini saja, ambil selembar kertas, atau bisa juga buku diary rumah tangga -cieeh! ^^ jadi iri deh- trus tulis di situ, Gede-Gede
“IKRAR RUMAHTANGGA”
Lalu, tulis di bawahnya beberapa point penting yang menjadi pijakan dalam rumahtangga. Seperti ini contohnya, -tapi kalau bahasanya mau diganti dan di sesuaikan dengan bahasa masing-masing pasangan, sok atuuh..-
I. kami berjanji untuk meneladani segenap sisi kehidupan Rosul, sesuai apa yang beliau perintahkan
II. bila salah satu dari kami tidak mematuhi ikrar pertama, kewajiban yang lain adalah mengingatkan.
III. jika salah satu mengingatkan, maka yang bersalah harus mengakui kesalahan dan mengishlahnya.
Nah, kurang lebih begitu, lalu bubuhkan tanda tangan anda dan pasangan anda di bawahnya. TARAA… SELESAI.
Jika suatu saat pasangan anda menyelisihinya, misalnya –ssst.. kita ambil contoh sederhana yang sering di abaikan pasutri- sang suami setiap kali pulang ke rumah enak-enak duduk di atas sofa. Sementara sang istri kerepotan dengan pekerjaan rumah tangga, mencuci baju, cuci piring, nyuapin anak dan seabrek perkerjaan yang belum tuntas, alih-alih membantu, justru minta di buatin minuman yang segar –soalnya habis pulang kerja-. Nah, sebagai istri, ambillah pigura (kalau kertasnya tadi dibuat pigura^^)“Ikrar Rumahtangga”.
Tunjukkan pada suami anda, lalu dengan suara lembut, katakan padanya,“Suamiku tercinta, (prikitiew!) ini ikrar kita dahulu, sekarang dinda ingatkan, akankah Rosul membiarkan istrinya bekerja sementara beliau hanya minta dilayani? Bukankah Rosul juga pernah mencuci baju sendiri? Menjahit baju beliau sendiri?”
Kalau anda dan pasangan anda kompak, dengan melakukan hal di atas saya yakin ketegangan-ketegangan dan permasalahan-permasalahan kecil lainnya akan segera mencair dan tidak menjadi amarah yang terpendam yang suatu saat tiba-tiba eksplosif seperti merapi, ^_^.
Contoh di atas memang buat suami, tentunya ada juga kesalahan dari istri, misalnya masalah keuangan rumahtangga, dsb.
Duh, dari tadi saya nyerocos ternyata kita belum pindah area… padahal masih ada beberapa yang ingin saya bahas. Hmm, mungkin di lain kesempatan.
Ulasan ini saya tulis hanya berdasar pengamatan terhadap orang tua saya. Jadi perlu koreksi dan saran jika ada -yang menurut anda tidak tepat. Kritik dan saran bisa disampaikan langsung atau lewat email saya noen.amoz@gmail.com Monggo…
jika ada kekurangan, itu datangnya dari diri saya sendiri bila ada “kelebihan”, tolong dikembalikan (hehe ^_^ “??)
wassalamualikum wr wb